Selesai Di Yogyakarta, Selanjutnya Tur 'Wahana Ombak Banyu Asmara' Jakarta Bakal Menjadi Tempat Pelayaran Akhir Oleh The Panturas!

Sounds Of Concert - The Panturas berhasil menghajar kota Yogyakarta dengan segudang cerita Pelayaran selanjutnya ke kota Jakarta pada 6 Agustus 2022 di Studio Palem Kemang bersama kolaborator Oscar Lolang, Nesia Ardi (NonaRia), dan Adipati (The Kuda) dan dibuka oleh penampilan The Jansen dan Tabraklari

Alih-alih mengacu ke gudeg, Malioboro atau bahkan klithik, apabila membahas Yogyakarta saya malah lebih sering teringat akan lagu “Sesuatu Di Jogja” milik solois Adhitia Sofyan – yang sialnya saya terbilang terlambat mengetahuinya untuk pertama kalinya beberapa tahun silam kala masih berpacaran dengan istri saya sekarang. Call me silly or anything. That’s really how it goes.

Lagi-lagi mungkin ini sesuatu yang konyol untuk dipikirkan. Asa teu kudu sebenerna mah. Tapi lagu tersebut seakan memberikan pertanyaan enigmatis yang kala itu saya kerap pertanyakan kepada diri sendiri: memangnya apa sih ‘sesuatu’ yang ada di Yogyakarta itu?

Barulah tadi malam di Alpha Bravo Stage, Yogyakarta ketika The Panturas menuntaskan rangkaian kedua showcase Wahana Ombak Banyu Asmara saya baru menyadari akan ‘sesuatu’ yang mungkin dimaksud lagu Adhitia Sofyan tersebut. Atau yaaa, mungkin itu adalah ‘sesuatu’ yang lain. Tapi jelas sih, pasti ini ‘sesuatu’ yang lain. Entahlah.

Saya rasa Yogya berhasil menunjukkan ‘sesuatu’ yang bersifat anomali itu kepada The Panturas ketika mereka menggempur panggung di bilangan Parangtritis tersebut selama hampir dua jam – lewat 23 lagu yang dimainkan tanpa ampun alias minim jeda dari satu tembang ke tembang lainnya. Saya pun lumayan dilematis untuk mendeskripsikannya dalam sebuah kata atau pun mengkonkretkannya dalam format satu kalimat.

Energi? Hmmm saya rasa bukan. Karena di kota-kota lain yang The Panturas sambangi pun, energi adalah hal yang lumrah. Biasa. Basi. Maksudnya, sudah dipastikan band juga penontonnya sama-sama rusuh dan memberikan timbal balik energi yang dari penerawangan mata awam pun jelas terlihat. Saya yakin kamu pun yang membaca tulisan ini setidaknya pernah menyaksikan The Panturas secara langsung atau pun via tayangan video penampilan mereka ‘kan? You know what my point is.

Apresiasi? Rasanya jelas bukan juga. Mentang-mentang kota Yogyakarta seringkali digelari sebagai ‘Kota Pelajar’, bukan berarti apresiasi dari para penonton (yang katanya terpelajar) adalah ‘sesuatu’ yang berbentuk penerimaan atau interaksi positif akan aksi panggung band asal sebuah area abu-abu di Jawa Barat bernama Jatinangor yang lumayan masih sruntulan meski kini popularitas sudah membebani kehidupan mereka sehari-hari.

Entahlah ada ‘sesuatu’ yang terasa intens, berbeda dan bergejolak di Wahana Ombak Banyu Asmara edisi Yogyakarta kemarin. Baik dari segi para musisi yang tampil sampai aspek dinamika yang terjadi di area penonton. Sebentar, akan saya coba elaborasi sebisa saya.

Dari sejak para band pembuka (The Melting Minds, The Sailors dan Skandal) tampil, para penonton Yogya seakan langsung meliar tanpa basa-basi. Bahkan ketika band-nya set up pun banyak penonton yang melontarkan celetukan yang terkesan seperti tak sabar untuk memompa adrenalin mereka lewat pacuan musik di perhelatan tersebut. Apa ini efek pandemi yang sudah lama menahan fase orgasmik musikal para penonton di Yogya sehingga mereka seberingas itu? Entahlah. Rasanya itu salah satu ‘sesuatu’ yang membuat hawa Yogyakarta terasa kentara di kala Wahana Ombak Banyu Asmara kemarin digelar.

Saking beringasnya, ada beberapa momen ketika segelintir penonton mencoba merangsek ke atas panggung. Ada yang rusuh naik ke atas panggung lalu tiba-tiba merangkul Abyan (vokalisdan gitaris The Panturas) – yang tentunya disambut cengengesan oleh sang punggawa band surf rock asal Jatinangor tersebut. Ada juga yang sampai berhasil melewati garda pertahanan para Lifeguard Panturas (sebutan untuk para awak kru panggung internal The Panturas) dan berhasil naik ke level drum Kuya (drummer The Panturas) – yang tentunya direspon dengan sedikit kepanikan di antara para Lifeguard namun berhasil untuk mengamankan penonton tersebut.

Selain itu dari sepengamatan saya, kemunculan para kolaborator di beberapa lagu dalam setlist showcase The Panturas di Yogya pun lumayan memberikan ‘sesuatu’ yang menarik bagi saya pribadi. Harus diakui bahwa dari beberapa kolaborator yang The Panturas ajak untuk memainkan beberapa lagu bersama mereka di atas panggung nyatanya berstatus ‘niche’ di ranah pendengar musik.

Sebut saja seperti Om Robo – yang konon dikenal sebagai bapak ‘surf rock modern Indonesia’. Ketika beliau naik ke atas panggung untuk memainkan tembang “Arabian Playboy” bersama mereka, saya menyimak banyak raut wajah penonton malam itu yang kebingungan akan siapa sosok beliau. Malah lucunya ada celetukan dari arah penonton yang mengira Om Robo adalah personil Muchos Libre. Haha!

Atau ketika Lafa Pratomo – produser album terbaru The Panturas, Ombak Banyu Asmara (2021) – yang didaulat untuk bermain gitar di lagu “Tafsir Mistik”, banyak penonton yang bingung untuk merespon kehadiran sosok yang sebetulnya penting di dalam kiprah The Panturas sekarang ketika beliau diperkenalkan oleh Bagus Gogon (bassist The Panturas) di atas panggung. Tentu saja beda cerita dengan kemunculan Danilla di lagu “Masalembo” yang disambut riuh gegap gempita para penonton Wahana Ombak Banyu Asmara edisi Yogya malam itu. Ya tentu, siapa yang tak mengenal sosok juwita pop Indonesia masa kini tersebut haha. ‘Sesuatu’ macam itu lumayan menarik bagi saya. Selain sebagai momentum penampilan eksklusif di showcase-nya, ikhtiar The Panturas untuk mengajak sosok-sosok edgy tersebut patut diapresiasi. Mungkin setelah sosok-sosok tersebut tampil bersama mereka, akan banyak orang yang terpantik untuk mengenal karya mereka lebih dalam dan pada akhirnya akan memberikan perspektif kisaran selera musik yang lebih beragam di ranah penikmat musik arus pinggir hari ini.

Bagi saya, semua yang telah dipaparkan di atas itu adalah ‘sesuatu’ yang sepertinya ditawarkan Yogyakarta untuk kedatangan The Panturas ke kota mereka. Menarik bagi saya yang terbilang jarang mengunjungi Yogyakarta untuk urusan musik. Felt good to visit you, Yogyakarta.

Ah satu lagi. Saya ingin mengucapkan terima kasih bagi para penonton dan kru panggung Wahana Ombak Banyu Asmara edisi Yogya yang sigap untuk menindaklanjuti insiden pelecehan seksual kepada seorang penonton di tengah acara sedang berlangsung. Jangan beri ampun untuk orang yang melakukan tindakan sampah macam itu di kancah musikmu. This scene should be safe for everyone to express themselves – whether to sing along, dance, stagedive or anything. Be considerate to everyone, please and death to all sexual offender. 

Selepas Bandung, pelayaran terakhir dari seluruh rangkaian pertunjukan spesial Wahana Ombak Banyu Asmara dari The Panturas adalah Jakarta. Pertunjukan tersebut akan diadakan pada hari Sabtu, 6 Agustus 2022 di Studio Palem, Kemang. Guna menghantam gelora ombak yang lebih intens dari The Panturas, akan hadir The Jansen dan Tabraklari yang didaulat sebagai band pembuka di acara tersebut. Untuk pertunjukan final dari rangkaian Wahana Ombak Banyu Asmara tersebut, The Panturas akan berkolaborasi bersama Oscar Lolang, Adipati vokalis The Kuda, Eka Annash vokalis The Brandals, Sir Dandy, Ade Paloh vokalis Sore, Nesia Ardi dari Nonaria, Edy Khemod drummer Seringai, dan Charita Utami di beberapa lagu.








Oleh: Adinda Retno Budiarti

Hai fellas, gua Dinda biasa di panggil Nda. Di Sounds Of Concert gue sebagai Marketing Manajer, gua juga terkadang suka nulis arikel ini loh buat kalian jangan lupa baca dan komen ya semoga suka dengan penulisan gua terima kasih email instagram

Posting Komentar

Posting Komentar